Rabu, 21 November 2012

BEST FATHER IN MY LIFE

Halo semuanyaa!!
Di sela saat bener-bener mata beloo alias gak bisa tidur, mau ngepost sebuah kisah yang mungkin salah satu dari kalian pernah mengalami..



Yang Terbaik Bagimu,
AYAH


Udah kurang lebih 2 tahun saya hidup tanpa seorang Papa. Mama saya seorang Single Parents sejak 17 Juli 2010. Saya ditinggalkan Papa saat saya baru akan memasuki perkuliahan pada bulan Agustus. Beliau meninggal pada usia 57 tahun.





Rabu, 7 Juli 2010
Pada bulan Juni-Juli, saya pertama kalinya mencoba pekerjaan sebagai seorang Sales Promotion Girls (SPG) sebuah produk JIEXPO di Pekan Raya Jakarta (PRJ). Karena tenggang waktu yang lama menunggu perkuliahan, iseng-iseng saya pun membuahkan hasil!! Hari Rabu, saya mendapatkan kejutan bahwa Papa, Mama, dan Adik saya datang mengunjungi. Rasanya senang sekali!! Tidak beberapa lama, Kakak Perempuan saya yang juga bekerja part time pada sebuah perusahaan makanan ringan datang juga. Sangat kebetulan karena kakak saya tidak tau kalau semuanya datang. Akhirnya jadi reuni kecil-kecilan deh. Soalnya kakak saya telah menikah dan berpisah tempat tinggal. Sesekali Papa saya melihat saya bekerja dengan senyumnya yang masih terngiang sampai saat ini.
Pukul 23.00, saya akhirnya selesai bekerja dan pulang bersama-sama. Karena hanya membawa satu motor, Papa dan Mama saya menggunakannya. Adik dan saya berjalan kaki menuju rumah. Sesampainya depan rumah, saya dan adik pun terkejut karena kedua orang tua saya belum pulang. Selang 20 menit akhirnya mereka tiba dengan membawa makanan untuk disantap. Saya tidak pernah menyangka itu merupakan acara makan bersama terakhir dengan Papa. Malam itu terasa makanan itu sangat lezat dan kebersamaan pun sangat erat.




Minggu, 11 Juli 2010
Selama satu bulan bekerja, saya berpergian dengan berjalan kaki dan pulang dijemput oleh sang Adik. Hal yang tidak pernah terpikirkan oleh saya adalah pada hari tersebut, Papa saya yang tidak pernah mengantar saya selama satu bulan saya bekerja, tiba-tiba ia ingin mengantarkan. Pukul 9 pagi, ia memboncengi saya menggunakan sepeda motor bebeknya menyelusuri pintu demi pintu Pekan Raya Jakarta yang sangat banyak. Beliau masih bertanya kepada saya, "Cen.. Kok jauh amet ya? Kasian juga kalau jalan kaki," Mendengar pernyataan Papa, sontak saya tertawa, saya hanya bilang kalau saya masih sanggup untuk berjalan maka saya akan berjalan. Sesampainya di Pintu 2 Pekan Raya Jakarta, ia menurunkan saya dengan muka yang bermimik bangga.
Seharian saya tidak ada firasat apapun, hingga malamnya pukul 23.30, setelah saya sudah selesai berbenah untuk hari terakhir bekerja, handphone saya pun berdering. Ternyata telepon rumah, saya mengangkat dan tiba-tiba suara ibu saya memanggil nama saya sambil terisak-isak dengan tangisannya. "Cen, pulang.. Papa Jatuh.. Kaki dan tangannya gak bisa digerakkin." Saya pun langsung meminta ijin kepada atasan saya untuk pulang. Lalu, Adik saya yang sudah standby di depan pintu PRJ, secepat kilat membawa motor menuju Rumah Sakit Mitra Kemayoran. Adik saya tampak gugup dan tidak dapat berkata apa-apa, ia hanya memberitahukan bahwa kondisi Papa mengkhawatirkan.
Sesampainya di Rumah Sakit, saya lihat Papa sudah berbaring lemas di Unit Gawat Darurat (UGD). Beliau tidak berbicara apapun kepada saya. Para suster membawa Papa saya menuju ruang Radiologi untuk di CT Scan. Hasilnya pun tak lama nampak dan Dokter jaga pun memvonis Papa saya dengan penyakit Stroke pada tahap penyumbatan. Tekanan darahnya memasuki 240/120. Stroke ada 2 tahap yaitu penyumbatan dan pedarahan. Sebelumnya Papa saya pernah terkena Stroke pada Kiri  yang mengganggu Motorik tubuh. Dan pada saat itu, Stroke Kanan yang melanda beliau. Yang nantinya mungkin akan mengganggu bahasa dan ingatannya. Mama saya pun lemas mendengarnya, kami sekeluarga tak berdaya akan vonisnya sang Dokter.
Mama saya meminta kami pulang karena kakak saya masih mempunyai bayi berusia 6 bulan, adik saya bersekolah, dan saya baru saja menyelesaikan hari terakhir saya bekerja. Mama saya yang menjaga Papa.


Senin, 12 Juli 2010
Keesokan harinya, saya bergantian dengan Mama saya untuk menjaga Papa. Sekitar pukul 12.00, saya datang dan terdiam kala melihat Papa saya terbaring tidak berdaya. Matanya menatap kami tetapi ia tidak mau berbicara. Selang tiga jam, saya hanya meratapi Papa sambil terus tidak berhenti-hentinya berdoa. Kakak saya datang dan duduk, kami berdua menangis menanyakan mengapa Papa kami bisa seperti itu. Kami tidak pernah terpikirkan untuk hal terburuknya. Selama lima jam berbaring, akhirnya beliau mau bangun dan makan. Hati sedikit lega saat itu. Tak beberapa lama, kondisi beliau tidak stabil. Gula darahnya naik sangat tinggi melebihi batas normal. Dan ia pun tak sadarkan diri, Mama saya telah menangis seraya menggoyang-goyangkan tubuh Papa saya. Saya pun tersungkur ke tembok dan tak berhenti berdoa. Papa pun dipindahkan ke ruang IMR (Sejenis ruang ICU) untuk mendapatkan perawatan intensif.


Selasa/Rabu/Kamis, 13-15 Juli 2010
Hari demi hari, waktu demi waktu terlewati dengan sangat berat. Tiga hari ini merupakan hal terberat sepanjang hidup saya karena harus melihat sang Papa melepas satu persatu ingatannya tentang saya dan keluarga. Selama tiga hari ini, saya yang terus mendampinginya. Pada hari selasa, beliau masih ingin berbicara dan masih mengingat kami semua. Dokter yang menangani ayah saya pun tidak bisa memberikan harapan banyak karena beberapa organ tubuh Papa sudah tidak berfungsi secara baik. Hari rabu, Papa melantur berbagai bahasa seperti bahasa Tio Ciu yang beliau pakai ketika bekerja. Beliau sempat menanyakan ke saya, "Cen.. Kevin mana ya? Ia sudah belajar belum?" Saya hanya bilang sudah tidak perlu memikirkannya. Banyak rekan kerja, saudara, kakak beradik dari Papa saya memberi dukungan ke kami. Berat melihat Papa yang dulu gagah, selalu tertawa dan humoris wataknya sedang berbaring tidak berdaya. Air mata pun tidak pernah berhenti berlinang. Kamis, Papa saya dipindahkan ke ruang perawatan biasa karena kami sudah tidak kuat mengeluarkan biaya yang tidak sedikit jumlahnya. Dengan berat hati, kakak saya pun menandatangani surat pemaksaan pindah ruangan. Setiap saya mengambil obat ada sekitar 20 macam yang berjumlah jutaan rupiah. Mama dan kakak saya sudah tidak sanggup.


Jumat, 16 Juli 2010
Saya yang menjaga beliau dan mencoba untuk tidak tertidur semenit pun. Beliau menjalani fisioterapi untuk penyakit Strokenya. Dan menjalani Suction untuk penyakit paru-parunya. Dahulu saat umur saya baru menginjak 6 tahun, Papa saya pernah dirawat di Guangzhou, RRC (China) karena Kanker Nasofaring yang dideritanya dan sembuh. Penyakit itu pun seperti kambuh lagi saat itu. Jumat sore, Tante saya yang berdomisili di Bangka telah mempunyai firasat, ia menelepon untuk meminta kami berbisik di telinga Papa dan bilang mohon maaf atas semua kesalahan. Sekitar pukul 19.30, keadaan Papa tidak stabil dan dokter meminta kami untuk memasukkannya ke ICU lagi. Saya melihat Papa mengeluarkan air mata dan melihat ke arah saya. Itu seperti pertanda bahwa beliau akan meninggalkan kami untuk selamanya.
Setelah pertimbangan matang dari keluarga, Papa dipindahkan ke Rumah Sakit Husada. Karena disana, ada teman kakak saya yang dapat mengontrol keadaan Papa. Beliau ditempatkan di ruang khusus penderita penyakit Stroke. Karena pada kamis malam saya tidak tidur semalaman, saya tertidur di mobil. Adik saya tiba-tiba membangunkan dan berkata kalau badan Papa sudah biru-biru. Sontak saya sangat terkejut dan berlari menuju ruangan. Saat ingin memasuki ruangan tersebut, saya melihat bahwa Papa sudah menggunakan pompa yang untuk memperpanjang nafas. Nafasnya sudah tidak beraturan, matanya terpejam, dan badannya lemas terkulai. Melihat hal itu, kami pun sekeluarga berdoa berharap yang terbaik dari Tuhan. Pintu ruangan pun terbuka dan Dokter pun keluar. "Ma.. Papa sudah tidak ada," ucap Dokter yang merupakan teman kakak saya. Semua dari kami tidak bisa digambarkan lagi seperti apa saat itu. 


Sabtu, 17 Juli 2010
Ayah saya meninggalkan dunia ini dengan istrinya yang masih berusia 48 Tahun, anak lelakinya yang berusia 15 tahun, anak perempuannya 29 tahun dan 17 tahun, dengan cucu pertamanya yang masih berusia 6 bulan.
Beliau menutup matanya pukul 00.35. Pemakaman dilakukan dengan cara Kremasi/Pembakaran. Abu dari tulang-tulang beliau ditempatkan di Vihara Avalokitesvara Mangga Besar.


Ketika itu, saya hanya memikirkan bahwa beliau belum melihat saya berkuliah. Tidak ada sosok Ayah di saat pelaminan saya nanti. Tidak ada sosok panutan saya selain Ibu di Wisuda saya nanti. Tidak ada yang mengendong anak saya kelak. Saya belum berbuat apa-apa untuk Ayah. Sama sekali tidak ada. Hanya perlawanan yang saya berikan kala saya tidak boleh melakukan sesuatu yang saya inginkan. Bahkan gaji pertama saya pun belum diberikan kepadanya. Papa telah berjuang selama 11 tahun demi anak-anaknya setelah mendapatkan penyakit Kanker.




"Sayangilah Orang Tuamu selagi mereka masih ada. Kita tidak dapat mengubah waktu dan memundurkannya kembali untuk melihat kedua orang pengganti Tuhan di dunia ini.
Kita harus rela melepaskan keduanya jika Tuhan sudah berkata "Ya", karena sampai kapanpun kita tidak akan pernah rela kehilangan mereka"

2 komentar: