KEHIDUPAN SEORANG PAHLAWAN
TAK KENAL LELAH
Kemiskinan di kota
metropolitan Jakarta sudah tidak asing lagi bagi sebagian orang. Mencari
nafkah, berjuang untuk hidup, dan menaruh harapan adalah hal yang dilakukan
orang-orang untuk keluar dari deritanya kemiskinan. Jurang yang tercipta antara
kekayaan dan kemiskinan pun semakin curam dan tidak terkendali setiap tahunnya.
Banyak kalangan yang merasakan pahitnya kemiskinan.
Salah satunya Tresno
(49), pengayuh becak di Pademangan, Jakarta Utara. Pagi-pagi betul, ia sudah
mengayuh becaknya menelusuri selasar gang. Banyak dari warga Pademangan yang
memintanya menjadi becak “langganan”. Pelanggannya berasal dari kalangan anak-anak
muda hingga ibu-ibu yang ingin mengantar anaknya bersekolah. Ia tidak pernah
mengeluh capai terhadap apa yang dijalaninya saat ini.
Dengan pakaian
yang lusuh dan topi bundar layaknya petani, ia menerjang jalanan padat untuk
mengantar pelanggannya sampai ke tempat tujuan. Kayuh dengan kuat demi keluarga
adalah motto yang ia tanamkan dari hati. Motto tersebut ia bawa dalam
pekerjaannya sehari-hari. Walaupun penghasilannya kecil, ia sangat mensyukuri
apa yang ia dapatkan demi keluarga.
“Pendapatan sih belum tentu dapatnya sehari berapa. Paling besar, saya pernah dapat sekitar Rp. 105.000,- per hari. Itu pun ada yang sukarela kasih ke saya karena saya membantu orang tersebut untuk pindah rumah. Paling sedikit pernah hanya ada Rp. 15.000,- di saku saya. Uang yang saya dapat belum juga disetorkan kepada pemilik becak,” kata Tresno yang merupakan ayah dari tiga orang anak.
Tresno mengaku
tidak pernah mematok harga untuk para pengguna becaknya. Ia sukarela menerima
berapa saja yang diberikan pelanggannya. Jika mendapat uang yang sedikit, ia
bersama dengan sang istri, Estiningtyas (47) yang bekerja sebagai seorang buruh
cuci, tidak makan seharian demi anak-anaknya yang berada di Salatiga, Jawa
Tengah. Tetapi, selalu ada saja seorang pelanggannya yang memberi makanan untuk
disantap.
Berkat dari
kegigihan dan perjuangan mereka sebagai seorang orang tua. Ketiga anak Tresno
berhasil mengenyam pendidikan sampai tingkat perkuliahan. Anak sulungnya, Cahyadi
(35) telah berhasil menempuh pendidikan di Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.
Berkat pendidikannya, Cahyadi berhasil bekerja pada sebuah perusahaan gizi di
Salatiga. Anak keduanya, Darapuspita (25) merupakan lulusan STAIN Salatiga
dengan jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Dan anak bungsunya,
Arawinda (21) sedang menempuh pendidikan di Universitas Negeri Semarang dengan
jurusan Sastra Jawa.
Tresno
dan Esti tidak pernah mengeluarkan biaya yang besar untuk memberikan pendidikan
tinggi kepada anaknya. Mereka mengatakan bahwa anak-anaknya lah yang paham dengan situasi
keluarganya. Sehingga anak-anaknya belajar dengan keras dan mendapatkan
beasiswa. Kebahagiaan yang didapat oleh mereka bukanlah karena mendapatkan
harta yang berlimpah, melainkan melihat keberhasilan ketiga anaknya.
Tresno adalah
sosok yang perlu dicontoh masyarakat Indonesia. Ia tidak pernah kenal lelah
demi keluarganya, demi anak-anaknya mencapai kesuksesan. Kesuksesan yang tidak
ia rasakan melainkan untuk anaknya. Pahlawan yang berjuang terus menerus
melawan musuh bukan dalam perang. Pahlawan yang melawan musuh dalam kemiskinan.
Tulisan ini merupakan Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Grafis Media dan tugas Penulisan Feature (Human Interest)
SUMBER : Liputan Pribadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar